INOVASI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

INOVASI
PEMBELAJARAN MATEMATIKA

1. Pendekatan Matematika Realistik
Pendekatan Matematika Realistik adalah pendekatan pembelajaran dalam matematika berdasarkan pada Realistic Mathematics Education (RME), yang pertama kali dikembangkan di negeri Belanda pada tahun 70-an oleh Freundenthal. Pada RME pembelajaran matematika bisa bermakna bila dikaitkan dengan kenyataan (realita)dalam kehidupan di masyarakat yang di alami siswa. Selain sebagai suatu proses aktivitas, tidak hanya sebagai suatu produk yang dijadikan bahan ajar. Sementara ini guru memandang matematika hanya sebagai hasil buah pikir manusia pendahulu, kemudian diajarkan kembali kepada manusia lain generasi berikutnya untuk dipelajari dan dimanfaatkan. Guru melaksanakan pengajaran matematika hanya sebagai produk dan bukan matematika sebagai proses.
Freundenthal mengemukakan bahwa pembelajaran matematika seyogyanya dilakukan dengan sistem guided reinvention, kegiatan yang mendorong siswa untuk belajar menemukan konsep atau aturan, yaitu dengan memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk mencoba proses matematisasi (proses of mathematization), tidak hanya diberitahukan. Proses matematisasi selanjutnya menurut Treffers (2000) ada dua tipe, yaitu horizontal dan vertikal. Pada tahap horizontal siswa akan sampai pada tahap mathematical tools,seperti fakta, konsep, prinsip, algoritma, dan aturan yang dapat berguna untuk menyelesaikan persoalan matematik. Pada tahap vertikal adalah proses reorganisasi matematik, misalnya menemukan keterkaitan antara beberapa konsep dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Tahap matematisasi horizontal adalah proses dari dunia empirik menuju dunia rasio, sedangkan matematisasi vertikal adalah proses transformasi pada dunia rasio dalam pengembangan matematika secara abstrak.
Mulai tahun 1998 pendekatan RME ini mulai dikenal di Indonesia dengan ditandai adanya pengiriman personal ke negeri Belanda, berupa studi banding maupun studi lanjut.
Untuk mengidentifikasi suatu pembelajaran menggunakan RME dapat dikenali dari prinsip-prinsip berikut ini:
a) Aktivitas
Sesuai dengan konsep RME bahwa matematika sebagai suatu aktivitas, maka pembelajaran matematika haruslah melalui doing, yaitu dengan memandang siswa sebagai subjek yang harus berpartisipasi aktif dalam mengembangkan mathematical tools sehingga lebih dihayati secara bermakna. Tidak sekali – kali memberitahukan konsep jadi sehingga siswa tinggal menerima dan menggunakannya.
b) Realitas
Tahap aplikasi akan menambah kebermaknaan belajar, demikian pula dalam pembelajaran matematika hasil belajar semestinya diaplikasikan pada kehidupan nyata dalam menghadapi permasalahan. Dalam RME prinsip realitas tidak hanya dikembangkan pada akhir pembelajaran melainkan dipandang sebagai titik tolak belajar siswa sebagai sumber.


c) Tahap Pemahaman
Proses pembelajaran matematika melalui berbagai tahapan, mulai dari pengembangan kemampuan menemukan selesaian secara informal dalam suatu konteks, menemukan konsep atau prinsip, menemukan aturan, sampai pada menemukan keterkaitan. Model – model aktivitas siswa dalam pembelajaran akan merefleksikan pengalaman pada tahap sebelumnya berlanjut pada tahap berikutnya, dari tahap informal menuju pada tahap formal.
d) Inter Twinmen
Prinsip ini tidak memandang materi matematika terpisah-pisah, akan tetapi selalu simultan bersamaan antar konsep yang relevan secara terpadu. Dalam suatu kegiatan pembelajaran siswa dapat memahami fakta, konsep, prinsip, maupun aturan secara terpadu, begitu pula dalam penerapannya selalu berkaitan.
e) Interaksi
Prinsip interaksi berarti bahwa pembelajaran dipandang sebagai suatu aktivitas sosial, dimana setiap siswa diberi kesempatan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan sesama mereka. Hal ini akan bermanfaat untuk meningkatkan strategi yang telah ditemukan dirinya, sehingga memungkinkan adanya refleksi dan akan memacu motivasi untuk menimba pengalaman lebih lanjut dan lebih berkualitas.
f) Bimbingan
Dalam menemukan kembali konsep matematika yang dilakukan oleh siswa, guru berperan sebagai pembimbing sehingga proses penemuan tersebut bisa berjalan efesien dalam proses dan efektif dan hasil yang dicapai.

Contoh pembelajaran dengan pendekatan realistik adalah sebagai berikut :
Misalkan siswa SD telah memahami konsep penjumlahan, pengurangan, dan perkalian. Guru memberikan pembelajaran tentang pembagian seperti berikut ini. Pada waktu arisan ibu-ibu datang 42 orang dan setiap 5 orang berkumpul berkeliling pada suatu meja. Kepada semua tamu itu akan dihidangkan teh manis dari teko, setiap teko cukup untuk 6 gelas. Berapa meja yang diperlukan dan berapa teko yang diperlukan?
Proses pembelajaran dilakukan dengan tahapan apresepsi, pengarahan, pengelompokan, diskusi kelompok (guru membimbing dengan teknik probing), dan diskusi kelas (guru moderator). Pada akhir kegiatan guru membimbing siswa secara klasikal untuk menyimpulkan hasil diskusi dan mengumpulkan kertas kerja siswa hasil diskusi.

2. Pendekatan Open Ended
Pendekatan open ended dalam pembelajaran matematika mulai dikenalkan di Jepang pada tahun 1971 oleh para ahli pendidikan matematika negara tersebut. Semula pendekatan ini berkaitan dengan metode evaluasi untuk mengukur keterampilan kognitif tingkat tinggi. Karena hasil penelitian menunjukan bahwa permasalahan open ended mengandung potensi cukup besar untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran matematika, selanjutnya dilakukan sintesis dan diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika.
Jika dalam pembelajaran matematika tradisional, dalam buku sumber maupun guru, seringkali terbiasa menyajikan persoalan matematika yang jawabannya pasti dan tunggal (konvergen), dalam open ended persoalan matematika diformulasikan dengan kemungkinan jawaban benar yang bervariasi (divergen).
Dengan demikian untuk menghadapi persoalan open ended siswa dituntut untuk mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban yang benar. Pada sisi yang lain, siswa tidak hanya diminta jawaban, akan tetapi diminta untuk menjelaskan bagaimana proses mencapai jawaban tersebut. Jadi matematika tidak dipandang sebagai produk semata tapi juga sebagai proses.
Contoh permasalahan yang dikemukakan secara tradisional adalah, suatu balok dengan ukuran tertentu berisi air setengahnya, kemudian tentukan volumenya.Tampak bahwa jawabannya tunggal dan seakan-akan persoalan yang rutin dari tahun ke tahun.Pada permasalahan open ended, persoalan bisa diubah begini; suatu balok transparan dengan ukuran tertentu kemudian diisi air dengan ketinggian tertentu.Jika balok itu dimiringkan berubah-ubah dengan satu rusuk pada meja (horizontal), tentukan bentuk-bentuk bangun yang terjadi oleh air dalam balok itu, tentukan ukuran rusuk-rusuknya, luas sisi-sisinya, dan volumenya.Setelah percobaan diatas selesai dengan tuntas, kemudian ubahlah cara memiringkan balok tersebut.
Percobaan tersebut akan memacu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi secara kritis.Pengalaman yang dilaksanakan dalam penelitian tentang open ended diatas ternyata selama proses pembelajaran, siswa menunjukan sifat positif, antusias belajar siswa tinggi, perasaan tertantang munsul dengan sendirinya, dan jawaban siswa sangat bervariasi.
Dari uraian diatas, tentunya penerapan open ended disekolah secara nyata ada keunggulan dan kelemahan (kendala)nya.Silakan anda identifikasi kedua hal tersebut sebagai terapan langsung dari konsep open ended yang sedang kita bicarakan.Selanjutnya silakan perhatikan penyajian materi atau soal dalam buku sumber siswa di sekolah, ubahlah permasalahan yang anda temui sehingga merupakan permasalahan open ended.
Secara umum terdapat tiga tipe masalah yang dapat dikembangkan dalam ope ended ,yaitu (1) mencari hubungan antara fakta, membuat klasifikasi berdasarkan karakteristik tertentu, dsn pengukuran.Cara mengembangkan rencana pembelajaran dengan pendekatan open ended ikutilah langkah-langkah berikut ini (1) carilah masalah yang kaya secara matematik, (2) kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, (3) kaitkan permasalahan tersebut dengan materi selanjutnya.Langkah-langkah dalam proses pembelajarannya adalah : (1) menyajikan masalah, (2) mengorganisasikan pembelajaran, (3) memperhatikan dan mencatat respon siswa,dan (4) menyimpulkan.Dalam melaksanakan evaluasi perhatikan aspek fluency (banyak solusi), flexibility (variasi ide siswa), dan originality (kemurnian solusi dan temuan siswa).

3. Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menerapkan pemahamannya dalam berbagai variasi konteks.siswa membuat kaitan dengan peran dan tanggung jawab mereka pada diri sendiri atau lingkungannya, sehingga pendekatan kontekstual memberikan penekanan pada penggunaan kognitif tingkat tinggi, yaitu meliputi transfer pengetahuan, pengumpulan, analisis, dan sintesis. Dalam proses evaluasi,pendekatan kontekstual lebih menekankan pada penilaian otentik yang diperoleh dari berbagai aspek seluruh usaha siswa dan terpadu dalam kegiatan pembelajaran.

Ciri-ciri pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah:
1) Belajar berbasis masalah (BBM)
Belajar berbasis masalah adalah pembelajaran yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada msalah nyata atau masalah yang disimulasikan.Dengan dihadapkannya masalah aktual, diharapkan siswa menyadari bahwa masalah tersebut dapat dipandang dari berbagai perspektif dan untuk memecahkannya diperlukan pengintegrasian informasi dan berbagai disiplin ilmu.Untuk keperluan ini siswa dituntut untuk berfikir tingkat tinggi.
Pelaksanaan BBM dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
a) Engagement,yang mencakup mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai self directed problem solvers yang bisa bekerja sama dengan pihak yang lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong untuk mampu menemukan masalah ; dan meneliti hakekat permasalahan sambil mengajukan dugaan dan rencana penyelesaian.
b) Inquiri and investigation,yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi.
c) Ferformance, yaitu menyajikan temuan.
d) Debrifing, yaitu menguji keakuratan selesaian dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.

2) Belajar dengan multi konteks
Belajar dengan multi konteks dasar teorinya adalah psikologi kognitif, bahwa pembelajaran hendaknya dimulai dari pengkondisian konteks sosial-fisik.Belajar tidak terlepas dari konteks dan aktifitas yang terkait perkembangan pengetahuan.Seseorang yang belajar pengetahuan dan keterampilan dengan situasi pembelajaran merupakan suatu kesatuan yang utuh dalam proses pembelajaran.Dalam pembelajaran dengan multi konteks selalu terkait dengan situated cognition,authentic activites,distributid cognition dan communities of practice.hal ini ditandai dengan meteri pembelajaran selalu terkait erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dn dinamika masyarakat, sehingga terapannya dalam kehidupan sehari-hari dapat secara tepat dimanfaatkan.

3) Self regulating learning (SRL)
SRL mempunyai tiga karakteristik, yaitu kesadaran berfikir, penggunaan strategi, dan pemeliharaan motivasi.Kesadaran berpikir adalah bahwa seseorang mempunyai peluang untuk mengembangkan diri dalam self observation, self evaluation, dan self reaction.Penggunaan strategi meliputi strategi untuk belajar, pengendalian diri, memelihara suasana hati, dan aspek psikis lainnya.Pemeliharaan motivasi adalah perhatian terhadap tujuan aktifitas, tingkat kesulitan dan manfaatnya, pertimbangan kemampuan diri, dan antisipasijika gagal atau berhasil.




4) Authentic assesment
Proses pendidikan semakin kompleks karena menyangkut berbagai aspek, diantaranya kemampuan dan kebutuhan siswa, lingkungan sosial, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tuntutan masyarakat. Untuk mengembangkan kemampuan dan potensi siswa diperlukan upaya optimal, diantaranya adalah dalam bidng evaluasi.Dalam pembelajaran dengan tepat adalah model authentic assesment, yaitu model evaluasi yang berorientasi pada proses yang pelaksanaanya terpadu dalam proses pembelajaran.Cara ini akan bisa mengevaluasi secara komprehensif karena menyangkut perkembangan individu secara mandiri atau kelompok yang sekaligus kelemahan yang ada dapat segera diperbaiki.

5) Learning comunity
Aktifitas pembelajaran kontekstual akan melibatkan kelompok sosial tertentu yang diistilahkan dengan learning comunity.Komunitas pembelajaranberperan penting dalam proses pembelajaran itu sendiri, karena didalamnya terjadi inetraksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru secara optimal.Keuntungan yang diperoleh dalam interaksi ini adalah bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman, refleksi dalam diri individu maupun kelompok, dan peningkatan pemahaman diri dalam kelompok.

4. Pendekatan SAVI
Kegiatan pembelajaran akan berlangsung optimal jika aktifitas intelektual dan semua alat indra digabungkan dalam suatu kinerja pembelajaran.konsep pembelajaran seperti ini dinamakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SAVI.Pendekatan SAVI (Somatik, Auditori, Visual, Intelektual) merupakan pendekatan yang melibatkan gerakan fisik, aktifitas intelektual, dan pemanfaatan semua panca indra.Pendekatan ini bermaksud untuk meningkatkan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkat pula hasil belajarnya.
Keempat unsur dalam pendekatan SAVI adalah:
a. Belajar somatik
Somatik berasal dari bahasa yunani yang berarti tubuh.Jadi belajar somatik adalah belajar melalui keterlibatan fisik, terutama indra peraba, selama pembelajaran berlangsung.Dalam belajar somatik siswa dapat melakukan sesuatu secara fisik dari wakktu ke waktu yang membuat semua tubbbuh terlibat, memperbaiki sirkulasi ke otak, dan meningkatkan pembelajaran.Jadi somatik adalah belajar bergerak dan berbuat.
b. Belajar auditori
Belajar auditori merupakan belajar dengan berbicara dan mendengarkan.Pikiran auditori lebih kuat daripada yang kita sadari.Kita membuat suara sendiriddengan berbicara maka beberapa areapenting pada otak kita menjadi aktif.Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri siswa, carilah cara untuk mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka pelajari.
c. Belajar visual
Belajar visual merupakan belajar dengan mengamati dan menggambarkan.Visual mencakup melihat, menciptakan dan mengintegrasikan segala macam citra.Dalam otak lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua indra yang lain.Pada belajar belajar visual siswa belajar dengan melihat contoh pada dunia nyata, diagram, dan gambarandari segala macam hal ketika mereka sedang belajar.
d. Belajar Intelektual
Intelektual bagisn dari perenungan (tafakur), mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna.Kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut.Jadi belajar intelektual yaitu belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.Belajar bisa maksimal jika keempat unsur SAVI ada dalam peristiwa pembelajaran.
Dalam pembelajaran pada pokok bahasan Persegi-panjang dan persegi dengan menerapkan pendekatan SAVI langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Langkah I : Guru menerangkan materi persegi panjang dengan menggunakan metode ekspositori dan mempraktekannya dengan menggunakan alat gambar.Pada waktu menerangkan materi tersebut,siswa tidak hanya mendengarkan dan membuat catatan saja tetapi bila ada hal yang kurang jelas siwa bisa bertanya.Dalam langkah ini meliputi belajar visual dan auditori.
Langkah II : Setelah guru menjelaskan materi tersebut, guru memberikan contoh soal kemudian dipelajari oleh siswa sampai siswa mengerti.
Langkah III : Guru memberikan soal-soal kepada siswa untuk dikerjakan.
Langkah IV : Guru menyuruh siswa kedepan untuk mengerjakan soal-soal tersebut masing-masing satu soal.Dalam langkah ini meliputi belajar somatik dan belajar intelektual.
Langkah V : Setelah siswa selesai mengerjakan soal-soal tersebut, kemudian hasilnya didiskusikan bersama.
Dengan memperhatikan konsep belajar SAVI, siswa mempunyai kesempatan untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajarsehingga dengan menggunakan pendekatan SAVI diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

5. Teknik Probing
Pengertian probing menurut arti bahasa adalah penyelidikan. Probing berupa pertanyaan yang bersifat menggali, merupakan pertanyaan berkelanjutan yang akan mendorong siswa untuk lebih mendalami jawaban terhadap pertanyaan sebelumnya. Pandangan lain mengemukakan bahwa probing adalah suatu teknik dalam pembelajaran dengan cara mengajukan satu seri pertanyaan untuk membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya agar dapat membangun sendiri menjadi pengetahuan baru. Teknik probing adalah pembelajaran dengan cara mengajukan suatu rangkaian pertanyaan kepada siswa. Apabila siswa mengalami kebuntuan dalam menjawab, guru membimbing melalui pertanyaan – pertanyaan selanjutnya yang jawabannya dapat memberi petunjuk dan membantu untuk terlepas dari kebuntuan jawaban tadi. Dengan demikian dari pembelajaran dengan teknik probing diharapkan siswa dapat mengembangkan daya pikir.
Pembelajaran dengan menggunakan teknik probing di kelas terdapat dua aktivitas yang saling berhubungan, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berfikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan. Pertanyaan dapat dikategorikan mulai dari pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai ke tingkat tinggi.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan teknik probing langkah – langkanyan adalah sebagai berikut :

Langkah I
Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalnya dengan memperhatikan gambar, rumus atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.
Langkah II
Guru mengajukan persoalan kepada siswa, yang sesuai dengan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) dan Sub-TPK.
Langkah III
Guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab atau mengerjakannya, jika jawabannya relevan atau benar maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain. Dan jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab, maka guru mengajukan pertanyaan – pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban tadi.
Langkah IV
Guru mengajukan soal ulang yang sejenis kepada siswa untuk mengecek apakah permasalahan sudah dikuasai oleh siswa yang lain atau belum.
Langkah V
Siswa bersama – sama guru membuat rangkuman dan kemudian guru memberikan Pekerjaan Rumah (PR).
Pola umum dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan teknik probing melalui tiga tahapan, yaitu sebagai berikut:
a) Kegiatan awal : guru menggali pengetahuan pra-syarat yang sudah dimiliki siswa dengan menggunakan teknik probing.Hal ini berfungsi untuk introduksi, revisi dan motivasi.
b) Kegiatan inti : Proses pembelajaran dengan menggunakan teknik probing, dimulai dari pengembangan dan penerapan-penerapan materi.
c) Kegiatan akhir : Membuat suatu rangkuman sebagai kesimpulan dari PBM dan diberikan PR untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajarnya setelah selesai melakukan kegiatan inti.

0 komentar:

Posting Komentar